Para ahli marketing paham bahwa proses marketing yang sukses dimulai dengan memahami audiens, sehingga kita bisa menampilkan pesan yang relevan dan spesifik untuk audiens kita.
Namun memahami saja tidak cukup, agar audiens sukses menjadi customer, mereka perlu mengenal dan memercayai brand kita dengan baik.
Seberapa baik audiens mengenal dan familiar dengan brand Anda?
Di dunia marketing, sesuai dengan pengetahuan audiens terhadap suatu brand, audiens sering digolongkan ke dalam 3 segmen suhu, yaitu cold, warm, dan hot audience.
Artikel kali ini akan membahas mengenai segmentasi tersebut dan bagaimana cara memanfaatkannya untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi proses marketing bisnis Anda.
Definisi Cold, Warm, dan Hot Audience
Mari kita mulai dengan mendefinisikan cold, warm, dan hot audience.
Cold audience adalah audiens yang belum mengenal brand Anda, belum tahu apa yang brand Anda jual, dan juga belum tahu kelebihan yang ditawarkan.
Audiens yang berada di segmen ini masih “dingin” dan menganggap Anda sebagai stranger.
Contoh cold audience adalah orang melihat konten sosial media Anda untuk pertama kali.
Warm audience adalah audiens yang sudah pernah melihat / menyimak konten Anda dan mulai mengenal brand Anda, mungkin pernah melakukan engagement atau bisa juga mendengar reputasi brand Anda dari referensi pihak lain.
Audiens yang berada di segmen ini mulai terasa “hangat”, namun belum benar-benar mengenal dan percaya Anda.
Contoh warm audience adalah orang yang sudah membaca blog / artikel di website Anda, melihat beberapa postingan media sosial brand Anda, me-like / membagikan post tersebut, mendengar brand Anda karena di-mention oleh pihak lain.
Hot audience adalah audiens yang sudah mengenal dan percaya brand Anda dengan baik, mengetahui apa yang dijual / ditawarkan, bahkan menunjukkan ketertarikan.
Audiens yang berada di segmen ini sudah terasa “panas” dan cukup merasa akrab dengan brand Anda.
Contoh hot audience adalah orang yang mengisi Inquiry Form, mengunjungi website Anda berulang kali, sering membaca blog / post media sosial brand Anda.
Note
Banyak marketer yang mendefinisikan hot audience sebagai audiens yang sudah menjadi customer. Saya pribadi lebih senang menganggap hot audience sebagai audiens yang hampir, namun masih belum menjadi customer.
Untuk Apa Memahami Cold, Warm, dan Hot Audience?
Anda mungkin pernah mengalami hal seperti ini.
Anda ditelepon oleh suatu brand yang tidak Anda kenal, kemudian menawari Anda untuk membeli produk dari brand tersebut.
Apakah Anda tertarik untuk membeli produk tersebut?
Jika Anda seperti kebanyakan orang, maka jawabannya tentu tidak.
Kenal saja tidak, bagaimana bisa percaya untuk membeli produk?
Sebelum menjadi customer, audiens Anda harus kenal dan percaya dulu dengan brand Anda, itu kuncinya.
Dengan memahami seberapa familiar audiens dengan brand, kita dapat merencanakan strategi pendekatan yang lebih baik.
Hal ini semakin perlu diperhatikan apabila produk yang ditawarkan bukanlah produk murah, di mana orang tidak akan sembarangan membeli tanpa perencanaan yang matang.
Sayangnya, masih banyak bisnis yang belum memahami hal tersebut.
Buktinya kita sering menemukan brand-brand yang tidak kita kenal, beriklan di media sosial menggunakan konten yang bersifat hard selling / menawarkan produk.
Berharap yang melihat iklan akan jatuh cinta pada pandangan pertama dan langsung menghubungi tim sales untuk membeli produk tersebut.
Bukannya tidak mungkin, namun pendekatan seperti itu cenderung kurang efektif.
Beriklan di media sosial tidaklah murah, makanya banyak brand yang “boncos” karena tidak memahami ini.
Ketika kita menawarkan produk ke hot audience, kemungkinan terjadinya penjualan cenderung akan tinggi. Tim sales tidak perlu berusaha terlalu keras untuk meyakinkan prospek, karena mereka sudah percaya dan paham dengan manfaat dari produk yang ditawarkan.
Inilah goals yang ingin kita capai. Menaikkan level audiens dari cold ke warm dan dari warm ke hot, yang kemudian berlanjut ke transaksi.
Cara Menarget Audiens berdasarkan Segmentasi Suhu
Oke, selanjutnya kita akan membahas bagaimana cara menarget audiens pada masing-masing segmen dan konten apa yang cocok untuk ditampilkan.
Cara Menarget Cold Audience
Cold audience belum kenal dengan brand Anda, belum percaya, dan belum siap untuk menjadi customer Anda.
Cold audience merupakan audiens yang biasanya paling sulit dan membutuhkan waktu lama agar naik level menjadi warm audience, namun audiens ini cenderung berjumlah banyak.
Fokus utama Anda terhadap audiens ini adalah berkenalan dan menjalin hubungan.
Untuk menarget cold audience, pertama Anda harus tahu di mana “tempat” mereka bisa dijangkau.
Karena kita membahas ini dalam konteks digital marketing, maka “tempat” yang dimaksud di sini adalah tempat di dalam internet, seperti: website dan media sosial.
Apakah audiens ideal Anda mayoritas menggunakan Linkedin? Atau Facebook / Youtube / Instagram / Quora / Twitter? Apa saja website yang sering mereka kunjungi?
Ini yang pertama harus Anda ketahui.
Setelah itu, Anda harus mencari cara untuk memulai komunikasi. Cara terbaik yang bisa Anda gunakan adalah dengan membuat dan membagikan konten yang berkualitas.
Konten yang berkualitas (tentunya yang masih relevan dengan bisnis Anda) dapat meningkatkan kepercayaan dan ketertarikan audiens. Apalagi jika konten yang Anda buat sangat bermanfaat bagi mereka.
Anda dapat membagikan konten yang sudah dibuat ke “tempat” audiens Anda berkumpul.
Perlu diingat, jika kita bergabung di komunitas media sosial (misalnya: FB Group), maka fokus utamanya adalah berkontribusi.
Sebaiknya tidak melakukan spamming, di mana kita membanjiri bagian komen / kotak DM dengan membagikan link.
Sebaik apapun konten yang dibuat, orang cenderung tidak menyukai brand yang melakukan spamming.
Anda juga dapat menggunakan paid advertising untuk membagikan konten Anda.
Meskipun berbayar, saya lebih menyukai cara ini karena dapat menjangkau audiens secara luas, cepat, dan tepat.
Selain itu, cara ini pun terkesan lebih sopan dan tidak mengganggu karena audiens seakan-akan tidak sengaja menemukan konten Anda di media sosial.
Konten yang Cocok untuk Cold Audience
Konten yang cocok untuk audiens tipe ini adalah yang bersifat edukasi, bisa berupa tips, trik, research, dsb.
Fokus konten berorientasi terhadap audiens dan masalah-masalah yang mungkin mereka alami.
Contoh
Jika brand Anda menjual skincare, Anda dapat membagikan konten dengan topik seperti ini:
- Kebiasaan yang dapat mengakibatkan kulit wajah menjadi kasar
- 5 bahan alami yang dapat mencegah kulit wajah berminyak
- Resep untuk mendapatkan kulit wajah secerah artis Korea
- Sebelum menggunakan skincare, kenali dulu karakteristik kulit wajah Anda
Cara Menarget Warm Audience
Warm audience sudah mulai mengenal (setidaknya pernah mendengar) brand Anda, namun belum benar-benar mengenal dan percaya dengan brand Anda.
Fokus utama Anda terhadap audiens ini adalah mengenalkan brand dan membangun kepercayaan.
Cara menyampaikan konten sebetulnya tidak jauh berbeda dengan cold audience, Anda hanya harus menjangkau secara lebih sering agar audiens menjadi lebih familiar dan “hangat”.
Anda juga bisa menarget audiens di level ini dengan menggunakan retargeting ads, yaitu menampilkan iklan kepada audiens yang sudah mengunjungi website Anda, melakukan like, atau menjadi follower di media sosial.
Konten yang Cocok untuk Warm Audience
Konten yang cocok untuk audiens tipe ini secara garis besar juga tidak jauh berbeda dengan konten untuk cold audience, tapi Anda dapat mulai menyajikan konten yang berupa pengenalan produk dan seberapa efektif produk tersebut dalam mengatasi masalah yang dimiliki audiens, seperti: case study, testimoni, review produk, dsb.
Contoh
Melanjutkan contoh sebelumnya, misalnya brand skincare Anda bernama Glowhite, maka Anda dapat membagikan konten dengan topik seperti ini:
- Glowhite dapat menjaga kulit wajah Anda 24 jam sehari
- Mengapa produk Glowhite aman dan terbukti efektif untuk kesehatan kulit wajah
- Pemuda ini berhasil mengatasi masalah kulit wajah dengan menggunakan Glowhite selama 2 bulan
Cara Menarget Hot Audience
Hot audience sudah percaya dengan brand Anda dan cenderung menganggap brand Anda lebih baik dibandingkan kompetitor.
Fokus utama Anda terhadap audiens ini adalah menjadikan mereka sebagai customer / klien.
Biasanya hot audience sudah menunjukkan ketertarikan terhadap produk yang ditawarkan dan seringkali juga sudah melakukan kontak.
Untuk menjangkau audiens di level ini relatif lebih mudah, yaitu dengan melakukan follow-up.
Cari tahu alasan mengapa audiens di level ini belum menjadi customer / klien.
Apakah ada keraguan ataukah ada suatu hal yang belum cocok?
Tentu retargeting ads juga bisa digunakan untuk menjangkau hot audience.
Konten yang Cocok untuk Hot Audience
Konten yang cocok untuk hot audience adalah segala macam topik yang dapat menjawab keraguan / kendala dari prospek.
Misalnya
- Khawatir produk tidak bekerja sebaik harapan. Gunakan konten berupa testimonial, review, case study, garansi, dsb.
- Harga produk tidak terjangkau. Tawarkan installment, term pembayaran khusus, promo khusus, dsb.
- Belum ada urgensi. Gunakan konten edukasi yang menjelaskan mengapa sekarang adalah waktu yang terbaik untuk menggunakan produk yang ditawarkan.
Retargeting dengan List Building
Seperti yang sudah kita bahas, menerapkan hard selling ke prospek tidaklah efektif. Namun membangun hubungan dari nol juga membutuhkan waktu lama dan effort yang cukup besar.
Oleh karena itu, banyak ahli marketer yang melakukan list building.
List building adalah metode untuk membuat daftar yang berisi database prospek. Daftar ini digunakan untuk menjangkau / memberikan informasi kepada prospek tersebut.
Dengan adanya list building ini diharapkan kita dapat melakukan retargeting tanpa perlu terlalu bergantung kepada paid ads dan algoritma platform media sosial.
Cara menerapkan list building cukup sederhana, yaitu dengan menawarkan sesuatu yang valuable (misalnya: kupon, ebook, white paper, dsb.), di mana audiens harus memasukkan data diri (biasanya nama dan email) sebelum mendapatkan penawaran tersebut.
Apa perbedaan segmentasi audiens berdasarkan suhu (Cold, Warm, Hot Audience) dengan Buyer’s Journey?
Jika Anda sudah membaca artikel Buyer’s Journey, mungkin Anda merasa ada kemiripan antara segmentasi suhu dengan Buyer’s Journey.
Lalu apa bedanya?
Perbedaan yang paling utama adalah pada segmentasi audiens berdasarkan suhu, audiens dikelompokkan berdasarkan seberapa mengenalnya audiens dengan brand Anda.
Sedangkan pada Buyer’s Journey, audiens akan dikelompokkan berdasarkan seberapa mengenalnya audiens dengan problem mereka.
Kedua jenis segmentasi ini jika digabungkan akan menjadi lebih efektif.
Contoh
Mr. J mempunyai masalah dan merasa menyewa konsultan keuangan adalah solusi terbaik. Lalu Mr. J menelepon temannya dan meminta saran penyedia jasa konsultan keuangan. Teman Mr. J menyarankan Boss M.
Saat Mr. J mengontak Boss M, kondisi Mr. J adalah seorang warm audience yang berada di tahap decision. Boss M tidak perlu terlalu mengedukasi Mr. J mengenai jasa konsultan keuangan dari dasar, di sini Boss M cukup memberikan alasan mengapa Boss M merupakan pilihan terbaik untuk Mr. J.
Dengan menggabungkan kedua jenis segmentasi ini, kita dapat menyampaikan pesan paling tepat untuk audiens kita dan menggunakan metode paling tepat pula, sehingga effort dan cost marketing dapat di-efisiensi sebaik mungkin.
Penutup
Apa yang terjadi jika semua calon pelanggan Anda percaya dengan brand Anda, percaya dengan kualitas produk yang ditawarkan, dan percaya bahwa produk Anda lebih baik dibandingkan kompetitor?
Pasti tim sales akan selalu bersemangat untuk melakukan closing.
Semoga artikel ini dapat bermanfaat untuk Anda.
Jika Anda mempunyai pengalaman atau komentar mengenai Cold, Warm, dan Hot Audience, Anda dapat menuliskannya pada kolom komentar.